Rabu, 21 April 2021

ALIRAN TAKFIRI

Faham takfiri sangat gampang mehukumi pihak lain sebagai syirik, kafir, bid’ah, kurafat. Seperti kepada jamaah Nahdliyin yang suka mengadakan acara tahlilan, maulidan, ziarah kubur. Mereka kaum takfiri sangat kenceng sekali meneriakan bid’ah sesat dengan alasan acara tersebut tidak ada tuntunannya karena menurut mereka tidak ada dalil Al Quran dan Nabi saw pun tidak pernah mencontohkannya. Bahkan menurut KH Said Aqil Siraj yang dilansir oleh Republika.co.id pada tanggal 13 September 2019 bahwa faham takfiri adalah puncak yang paling sempurna dari radikalisme. Menurut beliau aliran ini dibentuk oleh Syukri Ahmad Mustofa pada tahun 1969 di mesir. 
Masih menurut KH Said Aqil Siraj, aliran ini menganggap semua orang selain kelompoknya adalah kafir. Mereka yang membunuh Presiden Mesir Anwar Sadad pada 3 Oktober 1981, membuhuh Menteri Agama Mesir Syekh Husein dan membunuh wartawan Yusuf," papar Said. 

Kelompok Takfri ini, lanjut Said, sebenarnya sudah dihabisi Presiden Mesir Hosni Mubarak, tapi banyak yang berhasil kabur ke Semenajung Sinai. Mereka berembunyi di gua-gua dan lembah-lembah. Alhasil, pengikut aliran Takfiri ini kembali melancarkan aksinya sekitar setengah tahun yang lalu. "Mereka meledakkan bom ketika sedang shalat Jumat dan menewaskan 380 orang," kata Said. Lebih lanjut, dia menjelaskan alasan mengapa Indonesia juga menjadi sasaran kelompok Takfiri. Kelompok ini di Indonesia sama dengan di tempat asalnya, yakni mengangaggap semua orang, kecuali mereka, adalah kafir. Bahkan, NU dan Muhammadiyah juga dianggap kafir. "Mengapa? Karena kita dianggap negara yang tidak Islam. Mendukung Pancasila dan UUD 45 itu thaghut dan berhala bagi mereka," ucapnya. 

Tak hanya itu, imbuh Kyai Said, kelompok ini juga menjadikan produk hukum Indonesia sebagai alasan mengkafirkan. Sebab, menurut mereka, memakai hukum dari hasil olah pikir manusia adalah tindakan kafir. "Persis dengan cara berpikirnya Abdur Rahman bin Muljam yang membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan dalih tidak melaksanakan hukum Allah. Ali itu dianggap kafir karena kalau mau memutuskan masalah selalu bermusyawarah dulu dengan sahabat. Bagi mereka itu bukan hukum Islam, (tapi) hukum manusia," tutur Said. 

Bisa dibayangkan betapa merusaknya masyarakat kita jika banyak yang terjangkiti faham aliran ini. Konflik horisontal di kalangan masyarakat akan terjadi, bahkan berbahaya bagi negara. 

Berikut di bawah ini saya sertakan sedikit ceramah Gus Baha yang menyinggung soal bagaimana menangkal aliran ini secara ilmu dan pemahaman dalam beragama


Jumat, 02 April 2021

Kesalahan Berlogika yang Sering Tidak Kita Sadari #Ngaji Gus Baha

Kearifan berfikir itu diperlukan keluasan ilmu pengetahuan kususnya dalam ilmu agama agar logika kita terbangun kuat dan megah hingga bisa mengayomi, melindungi dan memberikan keamanan serta keselamatan diri kita dan umat manusia, baik di dunia maupun kelak di akhirat. Dalam kajiannya ini Gus Baha mengatakan bahwa logika itu liar dan menipu jika tidak arif dan menyertakan logika bandingannya serta tanpa bimbingan guru, demikian kata Gus Baha. Satu logika akan kelihatan masuk akal jika hanya dipandang dari satu arah ( satu sudut pandang). Inilah pentingnya belajar agama secara luas dan cerdas dengan bimbingan seorang guru yang keilmuannya juga luas. Kesalahan berlogika tanpa kearifan akan berdampak sangat merusak. Berbahaya buat dirinya dan membahayakan orang lain.

Contoh ringan kesalahan-kesalahan dalam berlogika:

Memberi sedekah dan bantuan kepada orang miskin itu baik. Dan orang yang miskin itu adalah kehendak Allah. Tapi mereka yang tidak punya kearifan dan salah berlogika akan berkata bawa, tidak perlu kita memberikan bantuan kepada orang miskin yang sudah menjadi kehendak Allah. Kalau kita memberikan bantuan berarti kita menentang kehendak Allah. Dan logika seperti ini kelihatannya benar jika kita tidak arif dengan logika lain sebagai pembanding. Tapi orang yang berakal akan berlogika bahwa, jika kita memberikan bantuan kepada orang miskin itu juga kehendak Allah. Dan bagi kita, berarti kita melakukan perbuatan baik yang diperintah oleh Allah.

Mungkin sebagai orang Islam kita juga sering melakukan logika-logika yang kurang baik. Contoh: Ada seorang santri yang sedang melakukan perjalanan untuk berdagang melewati sebuah padang pasir jauh dari perkampungan. Dalam perjalanan itu dia melihat ada beberapa burung yang silih berganti memberikan makan kepada seokor burung yang lumpun dan tidak bisa terbang karena sayapnya patah. Lalu seorang ini dalam renungannya menyimpulkan bahwa Allah selalu memberi rejeki kepada tiap-tiap mahluknya  sekalipun ia tidak bekerja dan tidak bisa mencari makan.      Setelah orang ini ketemu dengan gurunya ia berkata bahwa ia berkeinginan untuk tidak lagi bekerja dan berdagang dengan alasan seperti yg ia simpulkan setelah melihat burung dalam perjalanan kemarin yang sayapnya patah tapi tetap saja ia mendapat rejeki dari Allah. Lalu sang guru meluruska logika yang lebih baik kepada santri ini dengan berkata bahwa, kamu mestinya mengambil contoh kepada burung-burung yang memberi makan kepada burung yang tidak bisa cari makan. Itu lebih mulia. Bukankah sifat memberi itu lebih baik dari sifat menerima? Rejeki si pemberi maupun si penerima semua datangnya dari Allah. Lalu santri ini tobat dan menyesal di depan gurunya atas kesalahan ini.

Inilah contoh kesalahan-kesalahan berfikir  yg sering tidak kita sadari. Hingga kita tetap membutuhkan kearifan seorang guru.

Khususnya untuk pemuda-pemuda pelajar dan mahasiswa yang diharapkan menjadi generasi penerus bangsa, negara dan masyarakat dunia pada umumnya agar jangan puas dengan ilmu dan pemahaman yang kalian dapat dari satu titik. Cari dan bergaul dan terbukalah hati dan pandangan kita dengan para ulama-ulama di luar komunitas kita untuk memperluas cakrawala dan hasanah keilmuan dan pemahaman dalam Agama, agar kita tidak dikatakan "kurang piknik" atau "mainnya kurang jauh".

Simak selengkapnya pengajian Gus Baha dalam Video berikut ini.

Jumat, 26 Februari 2021

MASTER SARKUB

Master Sarkub 

Menjelang bulan Ramadhan, khususnya mulai  awal bulan Rajab hingga ahir bulan Sa’ban sudah menjadi kelaziman bagi kita kaum Muslimin pada melakukan perjalanan ziarah ke makam  para wali-wali Allah, orang-orang shaleh, Kyai  maupun orang tua kita. Meski  ziarah ke makam bisa dilakukan kapan saja, tapi semangat dan ghirah melakukan ziarah di dua bulan tersebut di atas di kalangan kaum muslimin sangat tinggi. Semangat melakukan ziarah di dua bulan itu tidak saja ke makam-makam para guru, syekh, kyai dan orang tua kita yang sudah meninggal saja, tapi juga kepada beliau-beliau yg masih hidup.  

Tentu ziarah ini sangat memiliki makna tersendiri dalan hidup kita. Terutama bagi para master “SARKUB”  hal ini sangat memiliki kenikmatan tersendiri yang mungkin  tidak dimiliki oleh orang lain. Sarkub apaan sih? Ssttt..... jangan tanya saya, tanya aja mereka para master sarkub.  Para master ini selalu berdoa: “ Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat”  Nah para master sarkub ini meyakini bahwa: “ Orang-orang yang telah Engkau (Allah) beri nikmat”  itu adalah orang-orang shaleh yg telah sukses dalam perjalanan spiritual keislamannya  secara paripurna dan tidak lain mereka adalah orang yang telah meninggalkan dunia dan di sisi Allah adalah orang-orang yang mulia. Oleh karena itu para master sarkub ini selalu datang ke makam-makam (kuburan) orang shaleh untuk mengambil pelajaran  dan barokah hingga lulus dengan menyandang gelar “SARKUB”  (Sarjana Kuburan)  Hahahaha.........

Tuh lihat dalam video di bawah ini para master sarkub sedang melaukan perjalanannya .....

Tonton sampe abis deh video di link di bawah ini siapa tau ketularan  jadi master sarkub...


Kamis, 29 September 2016

Membaca Shalawat untuk Nabi



Yang mau belanja dulu di Lazada silahkan masukan nama barang yg anda cari



Membaca shalawat adalah salah satu amalan yang disenangi orang-orang NU, disamping amalan-amalan lain semacam itu. Ada shalawat “Nariyah”, ada “Thibbi Qulub”. Ada shalawat “Tunjina”, dan masih banyak lagi. Belum lagi bacaan “hizib” dan “rawatib” yang tak terhitung banyaknya. Semua itu mendorong semangat keagamaan dan cita-cita kepada Rasulullah sekaligus ibadah.

Salah satu hadits yang membuat kita rajin membaca shalawat ialah: Rasulullah bersabda: Siapa membaca shalawat untukku, Allah akan membalasnya 10 kebaikan, diampuni 10 dosanya, dan ditambah 10 derajat baginya. Makanya, bagi orang-orang NU, setiap kegiatan keagamaan bisa disisipi bacaan shalawat dengan segala ragamnya.

Salah satu shalawat yang sangat popular ialah “Shalawat Badar”. Hampir setiap warga NU, dari anak kecil sampai kakek dan nenek, dapat dipastikan melantunkan shalawat Badar. Bahkan saking populernya, orang bukan NU pun ikut hafal karena pagi, siang, malam, acara dimana dan kapan saja “Shalawat Badar” selalu dilantunkan bersama-sama.

Shalawat yang satu ini, “shalawat Nariyah”, tidak kalah populernya di kalangan warga NU. Khususnya bila menghadapi problem hidup yang sulit dipecahkan maka tidak ada jalan lain selain mengembalikan persoalan pelik itu kepada Allah. Dan shalawat Nariyah adalah salah satu jalan mengadu kepada-Nya.

Salah satu shalawat lain yang mustajab ialah shalawat Tafrijiyah Qurtubiyah, yang disebut orang Maroko shalawat Nariyah karena jika mereka (umat Islam) mengharapkan apa yang dicita-citakan, atau ingin menolak apa yang tidak disuka, mereka berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat Nariyah ini sebanyak 4444 kali, tercapailah apa yang dikehendaki dengan cepat bi idznillah. Shalawat ini juga oleh para ahli yang tahu rahasia alam.

Imam Dainuri memberikan komentarnya: Siapa membaca shalawat ini sehabis shalat (fardlu) 11 kali digunakan sebagai wiridan maka rejekinya tidak akan putus, disamping mendapatkan pangkat/kedudukan dan tingkatan orang kaya. (Khaziyat al-Asrar, hlm 179)

Simak sabda Rasulullah SAW berikut ini:
وَأخْرَجَ ابْنُ مُنْذَة عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ الله عَنهُ أنّهُ قال قال َرسُوْلُ اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ: مَنْ صَلّى عَلَيَّ كُلّ يَوْمٍ مِئَة مَرّةٍ وَفِيْ رِوَايَةٍ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي اليَوْمِ مِئَة مَرّةٍ قَضَى اللهُ لَهُ مِئَة حَجَّةٍ سَبْعِيْنَ مِنْهَا في الأخِرَةِ وَثَلاثِيْنَ فِي الدُّنْيَا إلى أنْ قال وَرُوِيَ أن النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عليه وسلم قال : اكْثَرُوا مِنَ الصَّلاةِ عَلَيَّ فَإنّهَا تَحِلُّ اْلعَقْدَ وَتَفْرجُ الكُرَبَ كَذَا فِيْ النزهَةِ

Hadits Ibnu Mundah dari Jabir, ia mengatakan: Rasulullah SAW bersabda: Siapa membaca shalawat kepadaku 100 kali maka Allah akan mengijabahi 100 kali hajatnya; 70 hajatnya di akhirat, dan 30 di dunia. Sampai kata-kata … dan hadits Rasulullah yang mengatakan: Perbanyaklah shalawat kepadaku karena dapat memecahkan masalah dan menghilangkan kesedihan. Demikian seperti tertuang dalam kitab an-Nuzhah.

Rasulullah di alam barzakh mendengar bacaan shalawat dan salam dan dia akan menjawabnya sesuai jawaban yang terkait dari salam dan shalawat tadi. Seperti tersebut dalam hadits. Rasulullah SAW bersabda: Hidupku, juga matiku, lebih baik dari kalian. Kalian membicarakan dan juga dibicarakan, amal-amal kalian disampaikan kepadaku; jika saya tahu amal itu baik, aku memuji Allah, tetapi kalau buruk aku mintakan ampun kepada Allah. (Hadits riwayat Al-hafizh Ismail Al-Qadhi, dalam bab shalawat ‘ala an-Nabi).

Imam Haitami dalam kitab Majma’ az-Zawaid meyakini bahwa hadits di atas adalah shahih. Hal ini jelas bahwa Rasulullah memintakan ampun umatnya (istighfar) di alam barzakh. Istighfar adalah doa, dan doa Rasul untuk umatnya pasti bermanfaat.

Ada lagi hadits lain. Rasulullah bersabda: Tidak seorang pun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan kepada ruhku sehingga aku bisa menjawab salam itu. (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah. Ada di kitab Imam an-Nawawi, dan sanadnya shahih)
KH Munawwir Abdul Fattah
Pengasuh Pesantren Krapyak, Yogyakarta
Sumber: NU.online

TOBAT

Di sebuah pinggiran jalan itu tiap malam ramai berkumpul anak-anak muda. Mereka ada yang duduk sambil menghisap rokok dengan kopi kentalnya, ada juga yang asyik ngobrol tentang pekerjaannya, pengalamannya, pacarnya yang dogondol laki lain, pokoknya ngobrol ngalor ngidul gak karuan deh. Yang penting mereka di sana bisa bertemu teman-temannya ngoblol buat sekedar melepaskan kepenatannya. Kalo sudah bisa ngobrol rasanya plong... Ditambah lagi dengan canda dan tawa, cekakak cekikik..... Mereka sepertinya sudah biasa dengan keakrabannya.

Diantara mereka anda yang nyeletuk, "Jon, kamu itu kapan tobatnya? Masa tiap malam nyekek botol mulu? Gue denger si Tompleng aja udah tobat, gak mau lagi jadi tukang palak di pasar Tumplek, kemaren gue liat dia pake peci ama kaen sarung, tau dah mau sholat kali die yeh?!"  "Aku  juga pengin sih sholat ikut die", tambahnya.

Membaca penggalan cerita di atas,  sepertinya istilah  tobat di kalangan mereka itu adalah berhenti dari kemaksiatan, perbuatan dosa atau kejahatan yang biasa berkembang dalam masyarakat, seperti mabuk-mabukan, mencuri, merampok dll. Tidak salah sih. Cuma mereka seperti tidak sadar kalau kebiasaan meninggalkan shalat atau kewajiban lain sebagai yang disyari'atkan dalam Islam pun merupakan perbuatan dosa yang harus tobat. Lalu apa sih tobat itu?

Taubat pada hakikatnya menurut arti bahasa adalah "kembali". Kata taba berarti "kembali" maka taubat maknanya juga kebali. Artinya kembali dari sesuatu yang dicela dalam syari'at menuju sesuatu yang dipuji dalam syari'at. Dalam suatu kesempatan Nabi SAW. menjelaskan bahwa:
اَلنَّدَمُ تَوْبَةٌ
"Penyesalan adalah taubat"
(Hadits diriwayatkan Ibnu Mas'ud dan dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad I/376-423-433, dan Bukhari mengeluarkannya dalam At-Tarikh)

Agar taubat dapat diterima oleh Allah swt, ada tiga syarat yang harus dipenuhi:
1. Menyesali pelanggaran yang pernah diperbuatnya
2. Meninggalkan perbuatan tersebut
3. Berketetapan hati untuk tidak mengulangi perbuatan serupa kembali.
Dilihat dari pelakunya, maka dipastikan orang ang melakukan taubat adalah orang yang beriman kepada Allah. Jika ada orang tidak pernah bertaubat atas perbuatan yang melanggar hukum Allah, maka ia dipastikan tidak adanya iman kepada Allah. seperti firman Allah;

وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. [Qur’an, 24: 31].

Ada tiga motivasi seorang mukmin melakukan taubat atas dosa yang ia lakukan.
1. karena takut siksaan
2. karena mengharap pahala
3. karena sikap hati-hati dan ketelitian hatinya

Kebanyakan orang yang tidak segera bertaubat adalah tidak lagi takut kepada Allah, yang artinya tidak lagi berfikir dua kali jika melanggar perintah Allah dan jatuh kedalam dosa. Ibnu Mas’ud ra, pernah meriwayatkan bahwa: “Orang beriman melihat dosanya seolah-olah dia sedang duduk dibawah gunung dimana ia takut gunung itu akan menimpanya, namun orang yang sombong menganggap dosanya ibarat seekor lalat yang terbang melewati hidungnya kemudian ia mengusirnya (kemudian Ibnu Mas’ud mengibaskan tangannya didepan hidunganya sebagai ilustrasi) (Sahih Bukhari. vol.8 hal.214 no.320).

Bagi kita yang mengharap keselamatan dunia dan akhirat, mesti cepat-cepatlah  bartaubat atas perbuatan yang melanggar ketentuan Allah, Karena kepuasan dan kesenangan yang kita dapat dari perbuatan pelanggaran ketentuan Allah yang kita lakukan sangat tidak sebanding dengan balasan siksaan-Nya yang begitu dasyat di akhirat nanti. Coba kita berfikir sejenak, kepuasan dan kenikmatan apa yang kita dapat saat kita meninggalkan shalat misalnya. Bagi orang-orang yang terbiasa meninggalkan shalat, mereka tidaak mendapatkan apa-apa. Waktu shalat mereka tinggalkan begitu saja terlewat hanya dengan kesibukan yang bernilai siksaan di mata Allah. Begitu juga bagi mereka yang terbiasa dengan kemaksiatan lain.

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

Islam berdiri di atas sumber hukum yang jelas dan rinci. Islam mengatur segala perikehidupan umat, baik yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya maupun hubungan antar manusia. Keimanan, peribadatan, keilmuan dan akhlak dalam Islam telah ditentukan dasar atau dalil-dalil hukum yang dapat diterima sebagai sumber kebenaran.

Apa saja sumber-sumber hukum dalam Islam yang dapat dijadikan sumber dalil/hukum yang dapat diterima sebagai sumber kebenaran? silahkan simak video berikut yang merupakan acara Halaqoh Maulid yang diadakan Majelis Taklim Sholawat, Desa Kebasen, Talang, Kabupaten Tegal. Bersama KHR Syarif Rahmat,  pada Rabu, 13 Februari 2013.
Semoga bermanfaat...

Video 1                                                      Video 2
 


Video 3                                                       Video 4



Video 5                                                       Video 6



Video 7                                                       Video 8

Senin, 20 Januari 2014

MAKNA MA'RIFAT


Ma’rifat adalah sebuah keadaan atau sebuah kepribadian atau sifat atau kwalitas yang ada dalam diri orang arief.  Diterangkan dalam Kitab Risalah Al Qusyairiyah, bahwa: menurut pandangan para ulama, ma’rifat adalah sifat dari orang-orang yang mengenal Allah dengan nama-nana dan sifat-sifat-Nya, kemudian ia membenarkan  Allah dengan melaksanakan ajaran-Nya  dengan segala perbuatan. Ia membersihkan dirinya dari akhlak yang rendah dan dosa-dosa, kemudian lama berdiri mengetuk “pintu” Allah. Dengan hati yang istiqomah dia beri’tikaf untuk menjauhi dosa-dosa, sehingga ia memperoleh sambutan yang indah dari Allah. Allah membimbing dalam semua keadaanya, maka terputuslah semua gelora nafsu dari dirinya dan hatinya tidak pernah terdorong lagi untuk melakukan selain ini. Ia menjadi asing di tengah manusia, bebas dari dosa-dosa, bersih dari urusan dunia, terus menerus bermunajat di hadapan Allah dengan cara sirri (rahasia dan tersembunyi). Semua ucapannya adalah benar. Dia berkata dengan bimbingan Allah. Diberitahukan kepadanya rahasia-rahasia Allah tentang kekuasaan-Nya yang berlaku.
Imam Abul Qosim Al-Qusyairi menambahkan keterangan bahwa, yang dimaksud Ma’rifah menurut para sufi adalah pengosongan diri untuk selalu mengingat Allah Yang Maha Benar dan Maha Suci. Ia tidak lagi menyaksikan selain Allah Azza wa Jalla dan tidak kembali kepada selain-Nya, sebagaimana orang yang berakal akan kembali kepada hati, pikiran, dan renungannya dalam menghadapi sesuatu, atau menghadapinya dengan kenyataan, maka seorang yang arif akan kembali kepada Tuhannya. Jika ia disibukkan dengan Tuhannya, maka ia tidak lagi kembali kepada hatinya. Bagaimanakah suatu makna akan bisa masuk ke dalam hati orang yang tidak memiliki  hati. Bedakanlah antara orang yang hidup dengan hatinya, dengan orang yang hidup dengan Tuhannya.
Syekh Ibnu ‘Atha’illah As-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menyatakan:
مَاالْعَارِفُ مَنْ اِذَا اَشَارَ وَجَدَ الْحَقَّ اَقْرَبَ اِلَيْهِ مِنْ اِشَارَتِهِ، بَلِ الْعَارِفُ مَنْ لا اِشَارَةَ لَهُ لِفِنَا ئِهِ فِى وُجُودِهِ وَانْطِوَا ئِهِ فِى شُهُوْدِهِ
  

 
Artinya: “Bukanlah orang yang ma’rifat itu orang yang apabila member isyarah maka ia merasa menemukan Allah lebih dekat kepadanya, Melainkan, orang yang ma’rifat itu adalah orang yang baginya tidak ada isyarah, karena ia fana dalam wujud-Nya dan tenggelam dalam syuhud (penyaksian) kepada-Nya
Makna  di atas, sejalan dengan pendapat Imam Abul Qosim Al-Qusyairi bahwa, seorang arif itu Ia tidak lagi menyaksikan selain Allah Azza wa Jalla dan tidak kembali kepada selain-Nya. Ia merasakan kepalsuan segala sesuatu, baik akalnya, pikirannya, hatinya maupun kenyataan yang ada, selain Allah Azza wa Jalla.
Dalam keterangannya yang lain, Syekh Ibnu ‘Atha’illah As-Sakandari menyatakan bahwa:

 Artinya:   Seorang yang arif tidak kunjung hilang hajat kebutuhannya, dan tidak pernah merasa tenang atau bersandar pada sesuatu selain Allah Ta’ala.


Selasa, 17 Januari 2012

HANYA KARENA CINTAKU PADA-NYA


 “Jika taubat dapat menyelamatkan diriku, maka tidak aku ijinkan ia membuatku merasa aman dari Tuhanku. Jika kejujuran dan keikhlasan keduanya menjadi hambaku, niscaya aku jual keduanya sebagai kezuhudanku dari keduanya. Karena sesunguhnya jika diriku di sisi Allah ditentukan olehNya sebagai orqang yang beruntung dan diterima amalnya, maka tidaklah mengkhawatirkan diriku segala bentuk dosa dan kesalahan. Dan jika diriku disisiNya dikehendaki sebagai orang yang celaka, maka tidaklah akan menyelamatkanku semua amal, kesungguhan dan keikhlasanku. Dan sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai manusia yang tanpa amal apapun demikian pula penolong yang menyelamatkanku dariNya. Kemudian Ia menunjukkanku kepada agamaNya yang diridhoiNya dengan firmanNya: " Barang siapa yang mengambil agama selain agama Islam maka tidak akan diterima dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi, " oleh karena itu peganganku kepada kemurahanNya dan belas kasihNya lebih utama bagiku daripada peganganku kepada amalku dan sifatku yang tidak sempurna. Karena sesungguhnya membandingkan kemurahan Allah dan kasih sayangNya dengan amal dan perbuatan kita adalah disebabkan kekurang tahuan kita akan kemurahan Allah dan kebaikanNya. 

Itulah jawaban dari Sayikh Abu Abdurrahman As-Sulamy dan AL-Hafidz Abu Na’im Al-ishfahaany dari Yusuf bin AL-Husain Ar-Razy RA, tatkala ada sebagian orang datang  dan berkata kepada beliau,"Janganlah sekali-kali engkau melihat keinginanmu dalam semua amalmu kecuali engkau bertaubat karenanya".



Jumat, 13 Januari 2012

Ulama Sodiqun dan Ulama Solihun

 Ada dua kelompok ulama. Ada as sodiqun mislu rusul ada as solihun. Maksud mitslu Rusul itu dalam pengertian as Sodikun adalah ulama yang oleh Allah dikuatkan dengan karamat yang dzahir sebagaimana para Rasul yang dikuatkan oleh Allah dengan mu’jizat.  Seperti ada orang yang mau beriman  berkata; tandanya anda rusul apa, saya mau buktinya, saya minta mu’jizatnya. Nah rasul di sini wajib menunjukkan mu’jizatnya.

Demikian pula auliya’-auliya’ itu. Seperti Syekh Abdul Qodir Al Jaelani. Beliau ditanya apa buktinya kalau Nabi  Muhammad bisa menghidupkan orang mati. Syekh Abdul Qodir al Jaelani menjawab,  ‘Terlalu tinggi kalau Nabi saya. Bagaimana dengan Nabimu?’ Orang yang bertanya berkata, “Nabiku bisa menghidupkan orang yang telah mati.” “Caranya bagaimana?,”  lanjut Syekh Abdul Qadir. “Nabiku mengatakan, ‘Qum bi idzinillah,’ hiduplah dengan seijin Allah,” jawab orang itu. “Oke carikan saya orang mati,” pinta Syekh Abdul Qadir.
Syekh Abdul Qodir al Jaelani langsung meng¬hidupkan orang mati itu dengan berkata; ‘Qum Bi Idzni,’ hidup¬lah dengan seijinku. Jangankan Nabi-ku, aku saja bisa. Nabi  terlalu tinggi, kata Syekh Abdul Qodir al Jaelani. ‘Qum bi idzni”, bukan bi idznillah lagi karena  apa, untuk melemahkan orang yang meremeh¬kan Nabi, atau yang tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW. Syekh Abdul Qadir Al Jailani tidak memakai  kata-kata ‘Bi Idznillah’, tapi ‘Qum Bi Idzni’ hakikatnya Syekh Abdul Qodir al Jaelani tetap memohon kepada Allah SWT. Seperti juga karomah Habib Umar bin Thoha Indaramayu waktu bertandang ke Sultan Alaudin, Palembang. Dan seperti Al Habib Alwi bin Hasyim bisa menghidupkan orang mati, tentu saja atas seijin dan kuasa Allah SWT.

Para ulama dan para auliya’ menolong kepercayaan kita atas kebenaran yang dibawa Al Quran; seperti bagaimana ashabul kafi. Ashabul kahfi  bukan rasul,  mereka adalah wali. mereka tidur sampai 360 tahun. Bayangkan saja. Terus karamat Juraij, karamat Luqmanul Hakim dan banyak lagi yang  dicaritakan al Al Quran. Seperti juga Nabi Allah Sulaiman. Dikisahkan dalam al Qur’an beliau bisa berbicara dengan burung.

Wali Allah di Indonesia pun ada yang bisa berbicara bahasa hewan, seperti Mbah Adam dari Krapyak, Pekalongan. Auliya-auliya kita itu dulu begitu. Banyak lagi cerita auliya-auliya ulama-ulama di Indonesia. Ulama Jawa yang karamatnya luar biasa, seperti Mbah Sholeh Semarang, Mbah Kholil Bangkalan, banyak kalau kita ceritakan. Akhirnya dengan adanya yang demikian, kita percanya mantap dengan apa yang disebutkan oleh Al Quran;


أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS: Yunus:62)

Dari perilaku, sikap, dan karamat-karamat mereka kita tahu juga bagaimana gambaran dari;


إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ 

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
(QS: Fathir: 28). 

Kita sudah tidak heran lagi kanapa yang disebut dalam ayat itu adalah ulama. Nah itulah hebatnya auliya-auliya terdahulu, luar biasa, mem¬punyai karamat yang top-top. Banyak lagi kalau diceritakan. Dan kita akan menemukan auliya-auliya yang ada di Indonesia ini luar biasa-luar biasa karamat¬nya. Nah tujuan dari semua ini adalah menolong kita, yang awalnya kepercayaan terhadap  sahabat sangat tipis, suudzon, berburuk sangka dan sebagainya, ditolong oleh para ulama dan para wali-wali Allah SWT.

Kembali kepada para sahabat Nabi. Sahabat Nabi  adalah orang atau generasi pertama yang menerima tongkat estafet dan mewarisi apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Ada banyak hal yang membuat saya kagum ketika saya ber¬bicara tentang keutamaan para sahabat Nabi itu.

Di antaranya saja; kehebatan dan kuatnya keimanan mereka. Saya tidak akan menyebut¬kan yang lain-lain, kita tidak sampai. Dalam istilah jawa itu; kali sak dodo. Sekarang kita lihat bagaimana banyaknya tafsir-tafsir yang menjelaskan maksud Al Qur’an ada ribuan bahkan mungkin jutaan. Satu judul tafsir saja ada yang 50 jilid, 60 jilid. Seperti At Thabari, Fakhru Razi, atau juga yang baru-baru seperti tafsir Syekh Thanthawi. Banyak sekali. Belum lagi yang mem¬bahas fiqih, tauhid dan lain-lain.
Semenatara pada jaman sahabat dulu tidak ada kitab yang menumpuk seperti saat ini. Jangankan kitab, menulis pun tidak, karena banyak di antara mereka yang umiy’; tidak bisa baca-tulis. Begitu ada wahyu disampaikan oleh Rasulullah SAW pada sahabat, dihapal¬kan, dan mereka langsung hapal, langsung percaya, langsung yakin.

Ilmu mereka adalah apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Baik berupa wahyu atau hadits yang disampaikan oleh Rasullah. Tapi dengan kesederhanaan itu dapat menghasilkan satu keyakinan yang luar biasa yang terpatri dalam hati mereka. Keyakinan yang hebat itu mewarnai dalam ijtihadnya dalam mujahadahnya dan sebagainya. Banyak hadits yang menceritrakan bagaimana kekuatan dan kehebatan keimanan mereka yang luar biasa, bagaimana kecintaan mereka kapada Rasulullah, juga bagaimana kecintaan mereka kepada satu sama lain diantara para sahabat, kecintaan sahabat kepada ahlu bait-nya Rasulullah SAW.

Contohnya sahabat Bilal, bagaimana kecintaan beliau kepada Rasulullah. Pada waktu Rasulullah meninggal, langsung sahabat Bilal mengundurkan diri sebagai muadzin, sebab tidak sampai hati beliau mendengungkan kalimat Allahu akbar. Biasanya dilihat oleh Rasulullah dan sahabat lainnya, sementara pada saat itu Rasul telah mangkat. Sehingga bagaimana mungkin beliau bisa mengeluar¬kan suara sementara Rasulullah SAW yang selalu mendengar adzannya sudah tidak ada. Ketika mau adzan suaranya tidak mau keluar suaranya hilang. Karena apa? Sayidina Bilal Shock, karena mahabbah, kecintaan yang luar biasa kepada Rasulullah SAW. Sahabat Bilal bungkam, diam di Madinah sampai Rasulullah  dimakamkan. Setelah Rasulullah SAW dimakamkan sahabat Bilal tidak betah. Lalu sahabat Bilal pindah ke Syam (Syiria).

Di Syam  tadinya sahabat Bilal membayangkan akan mendapatkan sedikit ketenangan, tapi malah sebaliknya yang terjadi, terbayang wajahnya Rasulullah di mukanya terus, ahirnya ditemui oleh Rasulullah dalam mimpi. Ditanya oleh Rasulullah, ‘Bilal mengapa engkau  tinggal ditempat yang jauh betul dari Aku, katanya engkau ingin dekat dengan Aku, mengapa kamu pundah ke Syam?’ Langsung hari itu juga Sahabat Bilal pulang ke Madinah Al Munawroh, begitu sahabat Bilal ziarah ke makam Rasulullah, Sayidina Abu Bakar mendengar Sayidina Umar mendengar, mereka langsung menemui sahabat Bilal. Dan ziarah bersama. Sayidina Abu Bakar menangis. ‘Hai Bilal kapan datang?’ Tanya Khalifah Abu Bakar.

Mereka menangis rangkul-rangkulan. Kemudain Sahabat Abu Bakar meminta sayidina Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan di Madinah; ‘tolong dengung¬kan kembali adzanmu sebagaimana zaman Rasulullah.’ ‘Mulutku tidak bisa di buka,’ jawab Sayidina Bilal. Sayidina Umar yang juga meminta ke¬sediaan sahabat Bilal mendapat jawaban yang sama.

Akhirnya di sana ada 2 anak. Yang satu umurnya 9 tahun, yang satu umurnya 8 tahun, siapa mereka? Mereka adalah Imam Hasan dan Husain; dua orang cucu Nabi. Imam hasan dan Husain datang kepada Sahabat Bilal, begitu sahabat Bilal tahu, langsung menjemput kedatangan Imam Hasan dan Imam Husain. langsung dirangkul, begitu mencium kedua cucu Nabi, tambah sedih lagi sahabat Bilal, beliau kembali menangis. Karena apa? Keringat kedua anak ini tadi seperti keringat datuknya; baginda Nabi  SAW. Luar biasa.

Akhirnya dua orang ini berbicara. ‘Ya Bilal’ kata Sayidina Hasan yang saat itu ditemani adiknya; Imam Husain; ‘Tolong kumandangkan kembali adzan, sebagaimana engkau lakukan pada zaman datukku baginda Rasulullah SAW’. Dari situlah sahabat Bilal luluh. ‘Kalau yang memerintah adalah dua anak ini, mana mungkin aku bisa menolak. Karena ini adalah sempalan dari darah daging Rasulullah SAW. Kalau saya menolak, nanti di akherat bagaimana bertemu dengan baginda Rasul SAW,’ pikir sahabat Bilal.

Kemudian sahabat Bilal naik ke menara menunaikan adzan, ketika sahabat Bilal adzan seluruh penduduk Madinah, tidak anak kecilnya, tidak orang dewasanya, semua keluar dari rumahnya masing-masing sambil mengatakan Rasulullah hidup kembali-Rasulullah hidup kembali. Karena apa, mendengar suaranya Bilal. Sebab  ketika sahabat Bilal adzan selalu selalu pas dengan baginda Rasulullah SAW. Mereka semua keluar berduyun duyun mendengar suaranya Bilal ra.
________________
dicopy dari: http://habibluthfiyahya.net