Minggu, 15 Mei 2011

Menjenguk Status Diri Kita

Kalau kita bertanya, apa status kita? Mungkin jawabannya tidak sekedar, “Saya adalah anak dari bapak Fulan.” Jelas, sadar atau tidak, kita mempunyai banyak status. Coba mari kita ingat kembali, status apa saja yang ada pada diri kita? Dalam masyarakat kita bisa jadi sebagai pak RT, pak RW, sampai sebagai gubernur atau pun anggota dewan misalnya, dan seterusnya. Bisa jadi  kita sebagai pedagang, pengusaha dan seterusnya. Atau kita jadi seorang ustadz, guru, tokoh masyarakat  dan seterusnya. Dalam keluarga kita bisa jadi sebagai orang tua, anak, suami, istri, menantu, mertua dan seterusnya. Di samping  status, dalam kehidupan ini ada yang bisa kita sebut anti status. Anti status inilah yang  setiap orang pada umumnya menghidar dari padanya. Seperti kita sebut sebagai koruptor, maling, perampok, penipu, pelacur, penjudi, pemalas, pembohong, penghianat dan seterusnya sebutan yang tidak ingin satu pun orang menyandangnya. Dari banyaknya status seseorang yang mungkin ada padanya, ada satu status yang tidak bisa kita lari dari padanya, yaitu statusnya sebagai hamba Allah.

Status yang kita miliki itu kalau boleh kita ibaratnya adalah sebagai rumah milik kita yang mesti kita rawat dan kita perbaiki setiap ada kekurangan. Jika kita memiliki banyak status, maka ibarat kita memiliki banyak rumah. Dan tidak mungkin kita menempati sekali gus rumah-rumah yang banyak kita miliki itu, karena kita tidak bisa menggandakan diri lebih dari satu. Kita hanya bisa menempati satu rumah yang menjadikan kita nyaman, tenteram dan damai hidup di dalamnya bersama keluarga. Mungkin kita sekali-kali menempati rumah yang lain, berarti pula kita meninggalkan rumah lain milik kita. Jika rumah-rumah milik kita ingin selalu dalam keadaan baik, maka sudah pasti kita harus selalu memperhatikan  kekurangan maupun kerusakan yang ada untuk diperbaiki. Untuk bisa mengetahui kekurangan atau pun kerusakan, maka kita harus melihat langsung rumah kita itu. Mungkin kita harus menempuh perjalanan, jika rumah kita berada jauh dari tempat kita tinggal.

Lain halnya dengan status diri kita, meski pun banyak kita punya status,  satu-per satu bisa kita jenguk tanpa harus melakukan perjalanan, karena semua itu ada melekat dalam diri kita. Kita hanya sedikit meluangkan waktu untuk merenungkan diri, bagaimana dan seperti apa keadaan diri kita. Master status yang sangat dominan berpengaruh besar terhadap status diri yang lain adalah status kita sebagai hamba Allah. Jika status yang satu ini baik, maka baik pula status-status yang lain. Begitu pula jika status ini jelek. Mungkin kita sibuk dengan statusnya sebagai pedagang, sebagai pejabat, pegawai dan lain sebagainya, berarti kita sedang  menyatukan dirinya dengan status yang sedang kita lakukan. Sesibuk apa pun kita dengan status-status lain, tapi ingatlah bahwa kita punya status master sebagai hamba Allah yang mengharuskan kita menta'ati segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, agar status kita sebagai hamba  Allah tetap baik.

Mari kita berdoa kepada Allah agar kita ditunjukkan oleh-Nya kebaikan akhlak.
اَللَّهُمَّ اهْدِنِي ِلأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ، لاَ يَهْدِي ِلأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا، لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَا
“Ya Allah, tunjukkanlah aku pada akhlak yang paling baik, karena sesungguhnya tidak ada yang bisa menunjukkan kepadanya selain Engkau, dan jauhkanlah aku dari keburukan akhlak karena sesungguhnya tidak ada yang bisa menjauhkannya melainkan Engkau.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar